Ayo Menambah Wawasan Tentang Menikah
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Hallo, Sahabat Masna. Hari ini saya akan membahas tentang pernikahan, sebagai dasar pengetahuan untuk seorang pelajar. Menikah adalah salah satu sunah Rasulullah SAW, salah satu manfaat menikah adalah menjauhkan diri dari perilaku zina.
Kata nikah berasal dari bahasa arab yang berarti bertemu, berkumpul. Menurut istilah nikah ialah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga melalui aqad yang dilakukan menurut hukum syariat Islam. Menurut U U No : 1 tahun 1974, Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan YME. Keinginan untuk menikah adalah fitrah manusia, yang berarti sifat pembawaan manusia sebagai makhluk Allah SWT. Setiap manusia yang sudah dewasa dan sehat jasmani rokhaninya pasti membutuhkan teman hidup yang berlainan jenis, teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologis yang dapat dicintai dan mencintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, yang dapat diajak bekerja sama untuk mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan hidup berumah tangga. Rasulullah SAW bersabda :
يَا
مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ
فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ (رواه البخارى و مسلم)
Artinya :”Hai para pemuda, barang siapa diantara kamu
telah sanggup menikah, maka nikahlah. Karena nikah itu dapat menundukkan mata
dan memelihara faraj (kelamin) dan barang siapa tidak sanggup maka hendaklah
berpuasa karena puasa itu dapat melemahkan syahwat”. (HR. Bukhori Muslim)
A. HUKUM NIKAH
Menurut
sebagian besar ulama, hukum asal nikah adalah mubah, artinya boleh dikerjakan
dan boleh ditinggalkan. Meskipun demikian ditinjau dari segi kondisi orang yang
akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi wajib, sunat,
makruh dan haram. Adapun penjelasannya adalah sebagi
berikut :
1.
Jaiz, artinya dibolehkan dan inilah
yang menjadi dasar hukum nikah.
2.
Wajib, yaitu orang yang telah
mampu/sanggup menikah sedangkan bila tidak menikah khawatir akan
terjerumus ke dalam perzinaan.
3.
Sunat, yaitu orang yang sudah mampu
menikah namun masih sanggup mengendalikan dirinya dari godaan yang menjurus
kepada perzinaan.
4.
Makruh, yaitu orang yang akan
melakukan pernikahan dan telah memiliki keinginan atau hasrat tetapi ia belum
mempunyai bekal untuk memberikan nafkah tanggungan-nya.
5.
Haram, yaitu orang yang akan
melakukan perkawinan tetapi ia mempunyai niat yang buruk, seperti niat
menyakiti perempuan atau niat buruk lainnya.
B. TUJUAN
NIKAH
Secara umum tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi hajat manusia
(pria terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga
yang bahagia, sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Islam. Secara umum tujuan pernikahan dalam Islam dalam diuraikan
sebagai berikut:
1.
Untuk
memperoleh kebahagiaan dan ketenangan hidup (sakinah). Ketentraman dan
kebahagiaan adalah idaman setiap orang. Nikah merupakan salah satu cara supaya
hidup menjadi bahagia dan tentram. Allah SWT berfirmanYang Artinya
:” Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya.
“.(Ar-Rum : 21)
2.
Membina rasa
cinta dan kasih sayang. Nikah merupakan salah satu cara untuk membina kasih
sayang antara suami, istri dan anak. ( lihat QS. Ar-
Rum : 21 yang Artinya :”Dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. “)
3.
Untuk memenuhi kebutuhan seksual
yang syah dan diridhai Allah SWT
4.
Melaksanakan Perintah Allah swt.
Karena melaksanakan perintah Allah swt maka menikah akan dicatat sebagai
ibadah. Allah swt., berfirman yang Artinya :" Maka nikahilah perempuan-perempuan yang
kamu sukai". (An-Nisa' : 3)
5.
Mengikuti Sunah Rasulullah saw.
Rasulullah saw., mencela orang yang hidup membujang dan beliau menganjurkan
umatnya untuk menikah. Sebagaimana sabda beliau dalam haditsnya:
أَلنِّكَاحُ سُنَّتِى فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى فَلَيْسَ
مِنِّى (رواه البخارى و مسلم)
Artinya
:"Nikah itu adalah sunahku, barang siapa tidak senang
dengan sunahku, maka
bukan golonganku". (HR. Bukhori dan Muslim)
6.
Untuk memperoleh keturunan
yang syah. Allah swt., berfirman yang Artinya :” Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia “.
(Al-Kahfi : 46)
Sebelum pernikahan berlangsung dalam
agama Islam tidak mengenal istilah pacaran akan tetapi dikenal dengan nama
“khitbah”. Khitbah atau peminangan adalah penyampaian maksud atau permintaan
dari seorang pria terhadap seorang wanita untuk dijadikan istrinya baik secara
langsung oleh si peminang atau oleh orang lain yang mewakilinya. Yang
diperbolehkan selama khitbah, seorang pria hanya boleh melihat muka dan telapak
tangan. Wanita yang dipinang berhak menerima pinangan itu dan berhak pula
menolaknya. Apabila pinangan diterima, berarti antara yang dipinang dengan yang
meminang telah terjadi ikatan janji untuk melakukan pernikahan. Semenjak
diterimanya pinangan sampai dengan berlangsungnya pernikahan disebut dengan
masa pertunangan. Pada masa pertungan ini biasanya seorang peminang atau calon
suami memberikan suatu barang kepada yang dipinang (calon istri) sebagai tanda
ikatan cinta yang dalam adat istilah Jawa disebut dengan peningset.
Hal yang perlu disadari oleh pihak-pihak
yang bertunangan adalah selama masa pertunangan, mereka tidak boleh bergaul
sebagaimana suami istri karena mereka belum syah dan belum terikat oleh tali
pernikahan. Larangan-larang agama yang berlaku dalam hubungan pria dan
wanita yang bukan muhrim berlaku pula bagi mereka yang berada dalam masa
pertunangan.
Adapun wanita-wanita yang
haram dipinang dibagi menjadi 2 kelolmpok yaitu :
- Yang haram dipinang dengan cara sindiran dan terus terang
adalah wanita yang termasuk muhrim, wanita yang masih bersuami,wanita yang
berada dalam masa iddah talak roj’i dan wanita yang sudah bertunangan.
-
Yang haram dipinang dengan cara terus terang, tetapi dengan cara sindiran
adalah wanita yang berada dalam iddah wafat dan wanita yang dalam iddah talak
bain (talak tiga).
C.
RUKUN NIKAH DAN SYARATNYA.
Syah
atau tidaknya suatu pernikahan bergantung kepada terpenuhi atau tidaknya
rukun serta syarat nikah. ( lihat tabel )
TABEL : 1
RUKUN
|
SYARATNYA
|
1. Calon Suami
|
B beragama Islam
A atas kehendak sendiri
Bukan muhrim
Tidak sedang ihrom haji
|
2. Calon Istri
|
Beragama Islam
Tidak terpaksa
B
b ukan Muhrim
Tidak bersuami
Tidak sedang dalam masa idah
Tidak sedang ihrom haji atau umroh
|
3. Adanya Wali
|
a. Mukallaf (Islam, dewasa, sehat akal)
(Ali Imron : 28)
b. Laki-laki merdeka
c. Adil
d. Tidak sedang ihrom haji atau umroh
|
4. Adanya 2 Orang Saksi
|
- Syaratnya sama dengan no : 3
|
5. Adanya Ijab dan Qobul
|
Dengan kata-kata " nikah " atau
yang semakna dengan itu.
Berurutan
antara Ijab dan Qobul
|
Keterangan :
-
Contoh Ijab : Wali perempuan berkata kepada pengantin laki-laki : "Aku
nikahkan anak perempuan saya bernama si Fulan binti …… dengan
....... dengan mas kawin seperangkat sholat dan 30 juz dari mushaf Al-Qur’an".
أَنْكَحْتُكَ وَزَوَّجْتُكِ فُلاَنَة بِنْتِ ... بِمَهْرِ
عَدَوَاتِ الصَّلاَةِ وَثَلاَثِيْنَ جُزْأً مِنْ مُصْحَافِ الْقُرْاَنِ حَالاً
- Contoh Qobul : Calon
suami menjawab: "Saya terima nikah dan perjodohannya dengan diri saya
dengan mas kawin tersebut di depan". Bila dilafalkan dengan
bahasa arab sebagai berikut :
قَبِلْتُ نِكَحَهَا وَتَزْوِجَهَا لِنَفْسِى بِالْمَهْرِ
الْمَذْكُوْرِ
-
Perempuan yang menikah tanpa seizin walinya maka nikahnya tidak syah.
Rasulullah saw, bersabda : Artinya :"Perempuan mana
saja yang menikah tanpa seizin walinya maka pernikahan itu batal (tidak
syah)". (HR. Empat Ahli Hadits kecuali Nasai).
Saksi harus benar-benar adil.
Rasulullah saw., bersabda :
لاَنِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَى عَدْلٍ (روه احمد )
Artinya:"Tidak syah nikah
seseorang melainkan dengan wali dan 2 orang saksi yang
adil". (HR. Ahmad)
Setelah selesai aqad nikah biasanya diadakan walimah, yaitu pesta pernikahan.
Hukum mengadakan walimah adalah sunat muakkad. Rasulullah SAW bersabda :”Orang
yang sengaja tidak mengabulkan undangan berarti durhaka kepada Allah dan
RasulNya’. (HR. Bukhori)
MUHRIM
Menurut
pengertian bahasa muhrim berarti yang diharamkan. Menurut Istilah dalam ilmu
fiqh muhrim adalah wanita yang haram dinikahi. Penyebab wanita yang haram
dinikahi ada 4 macam :
1. Wanita yang
haram dinikahi karena keturunan
a.
Ibu kandung dan
seterusnya ke atas (nenek dari ibu dan nenek dari ayah).
b.
Anak perempuan
kandung dan seterusnya ke bawah (cucu dan seterusnya).
c.
Saudara
perempuan sekandung (sekandung, sebapak atau seibu).
d.
Saudara perempuan dari bapak.
e.
Saudara perempuan dari ibu.
f.
Anak perempuan dari saudara
laki-laki dan seterusnya ke bawah.
g.
Anak perempuan
dari saudara perempuan dan seterusnya ke bawah.
2. Wanita yang
haram dinikahi karena hubungan sesusuan
a.
Ibu yang menyusui.
b.
Saudara perempuan sesusuan
3. Wanita yang
haram dinikahi karena perkawainan
a.
Ibu dari istri (mertua)
b.
Anak tiri (anak
dari istri dengan suami lain), apabila suami sudah kumpul dengan ibunya.
c. Ibu tiri (istri dari ayah), baik sudah di cerai atau
belum. Allah SWT berfirman yang
Artinya: “Dan janganlah kamu
kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang
telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan
seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)”. (An-Nisa: 22)
d.
Menantu (istri
dari anak laki-laki), baik sudah dicerai maupun belum.
4. Wanita yang
haram dinikahi karena mempunyai pertalian muhrim dengan istri.
Misalnya haram melakukan
poligami (memperistri sekaligus) terhadap dua orang bersaudara, terhadap
perempuan dengan bibinya, terhadap seorang perempuan dengan
kemenakannya. (lihat An-Nisa : 23)
Wali nikah di bagi menjadi 2 macam yaitu wali nasab dan
wali hakim :
1. Wali nasab yaitu wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita yang akan
dinikahkan. Adapun Susunan urutan wali nasab adalah sebagai berikut :
a.
Ayah kandung, ayah tiri tidak syah
jadi wali
b.
Kakek (ayah dari ayah mempelai
perempuan) dan seterusnya ke atas
c.
Saudara laki-laki sekandung
d.
Saudara laki-laki seayah
e.
Anak laki-laki
dari saudara laki-laki sekandung
f.
Anak laki-laki
dari saudara laki-laki seayah
g.
saudara
laki-laki ayah yang seayah dengan ayah
h.
Anak laki-laki
dari sdr laki-laki ayah yang sekandung dengan ayah
i.
Anak laki-laki
dari saudara laki-laki ayah yang seayah dengan ayah
2. Wali hakim, yaitu seorang kepala Negara yang beragama Islam. Di
Indonesia, wewenang presiden sebagai wali hakim di limpahkan kepada pembantunya
yaitu Menteri Agama. Kemudian menteri agama mengangkat pembantunya untuk
bertindak sebagai wali hakim, yaitu Kepala Kantor Urusan Agama Islam yang
berada di setiap kecamatan. Wali hakim bertindak sebagai wali nikah apabila
memenuhi kondisi sebagai berikut :
a.
Wali nasab
benar-benar tidak ada
b.
Wali yang lebih
dekat (aqrob) tidak memenuhi syarat dan wali yang lebih jauh (ab’ad) tidak ada.
c.
Wali aqrob
bepergian jauh dan tidak memberi kuasa kepada wali nasab urutan berikutnya
untuk berindak sebagai wali nikah.
d.
Wali nasab
sedang berikhram haji atau umroh
e.
Wali nasab
menolak bertindak sebagi wali nikah
f.
Wali yang lebih
dekat masuk penjara sehingga tidak dapat bertindak sebagai wali nikah
g.
Wali yang lebih
dekat hilang sehingga tidak diketahui tempat tinggalnya.
Wali hakim
berhak untuk bertindak sebagai wali nikah, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW
yang artinnya :”Dari Aisyah r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda : Tidak
sah nikah seseorang kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil, jika
wali-wali itu menolak jadi wali nikah maka sulthan (wali hakim) bertindak
sebagi wali bagi orang yang tidak mempunyai wali”.(HR. Darulquthni)
D.
KEWAJIBAN SUAMI ISTRI
Agar
tujuan pernikahan tercapai, suami istri harus melakukan kewajiban-kewajiban
hidup berumah tangga dengan sebaik-baiknya dengan landasan niat ikhlas karena
Allah SWT semata. Allah SWT berfirman yang Artinya: “Kaum laki-laki itu
adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka
atas sebagian yang lain dan karena laki-laki telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka”. (An-Nisa : 34).
Rasulullah
SAW juga bersabda yang artinya: “Istri adalah penaggung jawab rumah tangga
suami istri yang bersangkutan”. (HR. Bukhori Muslim).
Secara
umum kewajiban suami istri adalah sebagi berikut :
Kewajiban
Suami
Kewajiban suami yang terpenting adalah :
a.
Memberi nafkah, pakaian dan tempat
tinggal kepada istri dan anak-anaknya sesuai dengan kemampuan yang diusahakan
secara maksimal.(lihat At-Thalaq:7)
b.
Bergaul dengan istri secara
makruf, yaitu dengan cara yang layak dan
patut misalnya dengan kasih
sayang, menghargai, memperhatikan dan sebagainya.
c.
Memimpin keluarga, dengan cara
membimbing, memelihara semua anggota keluarga dengan penuh tanggung
jawab. (Lihat An-Nisa : 34)
d.
Membantu istri dalam tugas
sehari-hari, terutama dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya agar menjadi
anak yang shaleh. (At-Tahrim:6)
Kewajiban
Istri
a.
Patuh dan taat pada suami dalam
batas-batas yang sesuai dengan ajaran Islam. Perintah suami yang bertentangan
dengan ajaran Islam tidak wajib di taati.
b.
memelihara dan
menjaga kehormatan diri dan keluarga serta harta benda suami.
c.
Mengatur rumah
tangga dengan baik sesuai dengan fungsi ibu sebagai
kepala rumah tangga.
d.
Memelihara dan
mendidik anak terutama pendidikan agama. Allah swt, berfirman yang Artinya
:"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka". (At-Tahrim : 6)
e.
Bersikap hemat,
cermat, ridha dan syukur serta bijaksana pada suami.
E. TALAK
1. Pengertian dan Hukum Talak. Menurut bahasa talak berarti melepaskan
ikatan. Menurut istilah talak ialah lepasnya ikatan pernikahan dengan
lafal talak. Asal hukum talak adalah makruh, sebab merupakan perbuatan
halal tetapi sangat dibenci oleh Allah swt. Nabi Muhammad saw, bersabda :
أَبْغَضُ الْحَلاَلِ عِنْدَ اللهِ الطَّلاَقُ (رواه ابوداود)
Artinya
:"Perbuatan halal tetapi paling dibenci oleh Allah adalah talak".
(HR. Abu Daud).
Hal-hal yang harus dipenuhi dalam talak ( rukun talak)
ada 3 macam :
a.
Yang
menjatuhkan talak(suami), syaratnya: baligh, berakal dan kehendak sendiri.
b.
Yang dijatuhi
talak adalah istrinya.
c.
Ucapan talak,
baik dengan cara sharih (tegas) maupun dengan cara kinayah
(sindiran).
Cara sharih:
misalnya “saya talak engkau!” atau “saya cerai engkau!”. Ucapan talak dengan
cara sharih tidak memerlukan niat. Jadi kalau suami mentalak istrinya dengan
cara sharih, maka jatuhlah talaknya walupun tidak berniat mentalaknya.
Cara kinayah:
misalnya “Pulanglah engkau pada orang tuamu!”, atau “Kawinlah engkau dengan
orang lain, saya sudah tidak butuh lagi kepadamu!”, Ucapan talak cara kinayah
memerlukan niat. Jadi kalau suami mentalak istrinya dengan cara kinayah,
padahal sebenarnya tidak berniat mentalaknya, maka talaknya tidak jatuh.
2. Lafal dan Bilangan Talak.
Lafal talak dapat diucapkan/dituliskan dengan
kata-kata yang jelas atau dengan kata-kata
sindiran. Adapun bilangan talak maksimal 3 kali, talak satu dan talak dua masih
boleh rujuk (kembali) sebelum habis masa idahnya dan apabila
masa idahnya telah habis maka harus dengan akad nikah lagi. (lihat Al-Baqoroh
: 229). Pada talak 3 suami tidak boleh rujuk dan
tidak boleh nikah lagi sebelum istrinya itu nikah dengan
laki-laki lain dan sudah digauli serta telah ditalak oleh suami keduanya
itu".
3.
Macam-Macam
Talak. Talak dibagi menjadi 2 macam yaitu :
a. Talak Raj'i yaitu
talak dimana suami boleh rujuk tanpa harus dengan akad nikah
lagi. Talak raj’I ini dijatuhkan suami kepada istrinya untuk pertama kalinya
atau kedua kalinya dan suami boleh rujuk kepada istri yang telah ditalaknya selam
masih dalam masa iddah.
b.
Talak Bain.
Talak bain dibagi menjadi 2 macam yaitu talak bain sughro dan talak bain kubra.
v Talak bain sughro yaitu talak yang dijatuhkan kepada istri yang
belum dicampuri dan talak khuluk (karena permintaan istri). Suami istri boleh
rujuk dengan cara akad nikah lagi baik masih dalam masa idah atau
sudah habis masa idahnya.
v Talak bain kubro yaitu talak yang dijatuhkan suami sebanyak tiga
kali (talak tiga) dalam waktu yang berbeda. Dalam talak ini suami
tidak boleh rujuk atau menikah dengan bekas istri
kecuali dengan syarat :
· Bekas istri telah menikah lagi dengan laki-laki lain.
· Telah dicampuri dengan suami yang baru.
· Telah dicerai dengan suami yang baru.
· Telah selesai masa idahnya setelah dicerai suami yang
baru.
4.
Macam-macam
Sebab Talak. Talak bisa terjadi karena :
a.
Ila' yaitu sumpah seorang suami bahwa ia tidak akan
mencampuri istrinya. Ila' merupakan adat arab jahiliyah. Masa tunggunya adalah
4 bulan. Jika sebelum 4 bulan sudah kembali maka suami harus menbayar denda
sumpah. Bila sampai 4 bulan/lebih hakim berhak memutuskan untuk memilih
membayar sumpah atau mentalaknya.
b.
Lian, yaitu sumpah
seorang suami yang menuduh istrinya berbuat zina. sumpah itu diucapkan 4 kali
dan yang kelima dinyatakan dengan kata-kata : "Laknat Allah swt atas
diriku jika tuduhanku itu dusta". Istri juga dapat menolak dengan sumpah 4
kali dan yang kelima dengan kata-kata: "Murka Allah swt, atas diriku bila
tuduhan itu benar".
c.
Dzihar, yaitu ucapan
suami kepada istrinya yang berisi ”penyerupaan
istrinya dengan ibunya” seperti : "Engkau seperti punggung ibuku
". Dzihar merupakan adat jahiliyah yang dilarang Islam sebab
dianggap salah satu cara menceraikan istri.
d.
Khulu' (talak tebus)
yaitu talak yang diucapkan oleh suami dengan cara istri membayar kepada suami.
Talak tebus biasanya atas kemauan istri. Penyebab talak antara lain :
Ø Istri sangat
benci kepada suami.
Ø Suami tidak
dapat memberi nafkah.
Ø Suami tidak
dapat membahagiakan istri.
e.
Fasakh, ialah rusaknya ikatan perkawinan karena sebab-sebab
tertentu yaitu :
o Karena rusaknya akad nikah seperti :
§ diketahui bahwa istri adalah mahrom suami.
§ Salah seorang suami / istri keluar dari ajaran Islam.
§ Semula suami/istri musyrik kemudian salah satunya masuk
Islam.
o Karena rusaknya tujuan pernikahan, seperti :
§ Terdapat unsur
penipuan, misalnya mengaku laki-laki baik ternyata penjahat.
§ Suami/istri
mengidap penyakit yang dapat mengganggu hubungan rumah tangga.
§ Suami
dinyatakan hilang.
§ Suami dihukum
penjara 5 tahun/lebih.
5.
Hadhonah.
Hadhonah artinya mengasuh dan mendidik anak yang masih
kecil. Jika suami/istri bercerai maka yang berhak mengasuh anaknya adalah
:
a.
Ketika masih
kecil adalah ibunya dan biaya tanggungan ayahnya.
b.
Jika si ibu
telah menikah lagi maka hak mengasuh anak adalah ayahnya.
F. IDDAH
Secara bahasa iddah berarti ketentuan.
Menurut istilah iddah ialah masa menunggu bagi seorang wanita yang sudah
dicerai suaminya sebelum ia menikah dengan laki-laki lain. Masa iddah
dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada bekas suaminya apakah dia akan rujuk
atau tidak.
1.
Lamanya Masa
Iddah.
a.
Wanita yang
sedang hamil masa idahnya sampai melahirkan anaknya. (Lihat QS. At-Talak :4)
b.
Wanita
yang tidak hamil, sedang ia ditinggal mati suaminya maka masa
idahnya 4 bulan 10 hari. (lihat QS. Al-Baqoroh ayat 234)
c.
Wanita yang dicerai
suaminya sedang ia dalam keadaan haid maka masa idahnya 3 kali quru'
(tiga kali suci). (lihat QS. Al-Baqoroh : 228)
d.
Wanita yang
tidak haid atau belum haid masa idahnya selama tiga bulan. (Lihat QS,
At-Talaq :4 )
e.
Wanita
yang dicerai sebelum dicampuri suaminya
maka baginya tidak ada masa iddah. (Lihat QS.
Al-Ahzab : 49)
2.
Hak Perempuan
Dalam Masa Iddah.
a.
Perempuan
yang taat dalam iddah raj'iyyah
(dapat rujuk) berhak mendapat dari suami yang mentalaknya: tempat
tinggal, pakaian, uang belanja. Sedang wanita yang durhaka tidak berhak
menerima apa-apa.
b.
Wanita dalam iddah bain (iddah talak 3 atau khuluk)
hanya berhak atas tempat tinggal saja. (Lihat QS. At-Talaq : 6)
c.
Wanita dalam
iddah wafat tidak mempunyai hak apapun, tetapi mereka dan anaknya berhak
mendapat harta waris suaminya.
G. RUJUK.
Rujuk artinya kembali. Maksudnya ialah kembalinya suami
istri pada ikatan perkawinan setelah terjadi talak raj'i dan masih dalam
masa iddah. Dasar hukum rujuk adalah QS. Al-Baqoroh: 229, yang
artinya sebagai berikut: "Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam
masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki rujuk".
1.
Hukum Rujuk.
Ø Mubah, adalah
asal hukum rujuk.
Ø Haram, apabila
si istri dirugikan serta lebih menderita dibanding sebelum rujuk.
Ø Makruh, bila
diketahui meneruskan perceraian lebih bermanfaat.
Ø Sunat, bila
diketahui rujuk lebih bermanfaat dibanding meneruskan perceraian.
Ø Wajib, khusus
bagi laki-laki yang beristri lebih dari satu.
2.
Rukun Rujuk.
1. Istri,
syaratnya : pernah digauli, talaknya talak raj'i dan masih dalam masa iddah.
2. Suami, syaratnya
: Islam, berakal sehat dan tidak terpaksa.
3. Sighat (lafal
rujuk).
4. Saksi, yaitu 2
orang laki-laki yang adil.
H. PERKAWINAN MENURUT UU No: 1 tahun 1974.
1.
Garis besar Isi
UU No : 1 tahun 1974.
UU No : 1 tahun 1974 tentang Perkawinan terdiri dari 14
Bab dan 67 Pasal.
2.
Pencatatan
Perkawinan
Dalam pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa :
"Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku". Ketentuan tentang pelaksanaan pencatatan perkawinan ini tercantun dalam PP
No : 9 Tahun 1975 Bab II pasal 2 sampai 9.
3.
Syahnya
Perkawinan.
Dalam pasal 2 ayat 1 ditegaskan bahwa :
"Perkawinan adalah syah apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu".
4. Tujuan
Pekawinan.
Dalam Bab 1 pasal 1 dijelaskan
bahwa tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
5. Talak.
Dalam Bab VIII
pasal 29 ayat 1 dijelaskan bahwa : "Perceraian hanya
dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan
yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak.
6. Batasan Dalam
Berpoligami.
· Dalam pasal 3 ayat 1 diljelaskan bahwa :"Pada
dasarnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh
mempunyai seorang istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang
suami".
· Dalam pasal 4 dan 5 ditegaskan bahwa
dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang ia
wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah tempat
tinggalnya.
· Pengadilan hanya memberi ijin berpoligami
apabila :
Ø Istri tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.
Ø Istri mendapat
cacat badan atau penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
Ø Istri tidak
dapat melahirkan keturunan.
Ø Dalam pengajuan
berpoligami harus dipenuhi syarat-syarat :
Ø Adanya
persetujuan dari istri.
Ø Adanya
kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup
istri-istri dan anak-anak mereka.
Ø Adanya
jaminan bahwa suami akan belaku adil terhadap
istri-istri dan anak-anak mereka.
Sumber : http://beautifulstranger-san.blogspot.com/2012/10/dalam-islam-munakahat-kelas-xii-bab-5.html
Komentar
Posting Komentar