Kerjamu adalah Ibadahmu, Terapkanlah etos kerja!

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
         Hallo, Sahabat Masna. Apapun yang kau lakukan, selama hal itu baik adalah bagian dari ibadah.  Salah satunnya adalah etos kerja. Dalam bekerja, kau harus menerapkan beberapa akhlak terpuji agar kerjamu menjadi ibadah.
Islam dapat dilakukan pendekatan dari dua sisi, pertama adalah sisi ajaran wahyu dan kedua dari sisi sejarah. Dari sisi ajaran wahyu yaitu al-Qur'an, sebagai wahyu Tuhan yang diamanahkan kepada Nabi Muhammad s.a.w, memiliki karakter mutlak, tunggal dan tetap sampai akhir zaman. Sedangkan Islam dari segi sejarah adalah praktek keberhidupan di muka bumi ini dalam realitas sosial, ekonomi, politik, budaya dan lainnya.
Salah satu ketekunan dalam bekerja, seperti halnya etos kerja dalam Islam merupakan bagian dari konsep ajaran wahyu yang menyejarah dalam bangunan peradaban manusia. Karena itu, etos kerja Islam adalah bagian dari proses eksistensi atau keberadaan manusia dalam kehidupan membangun peradaban kemanusiaan yang adil.
Agama Islam merupakan agama yang universal, dimana ajarannya menganjurkan umatnya untuk bekerja. Hal ini mempunyai arti bahwa, merealisasikan fungsi kehambaan kepada Alloh SWT dan menempuh jalan menuju Ridho Nya, mengangkat harga diri, meningkatkan taraf hidup dan memberi manfaat kepada sesama, bahkan kepada makhluk lain.
Bekerja adalah segala aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani), dan didalam mencapai tujuannya tersebut dilakukan dengan kesungguhan guna mewujudkan prestasi optimal.
Kerja keras atau dengan kata lain yang dinamakan etos kerja merupakan syarat mutlak untuk dapat mencapai kebahagian dunia dan akherat. Sebab dengan etos kerja yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang tinggi pula. Etos kerja yang tinggi dapat diraih dengan jalan menjadikan motivasi ibadah sebagai pendorong utama disamping motivasi penghargaan dan hukuman serta perolehan material.
Etos kerja adalah sifat, watak dan kualitas kehidupan manusia, moral dan gaya estetik serta suasana bathin. Etos kerja merupakan sikap mendasar terhadap diri dan dunia mereka yang merefleksikan dalam kehidupan nyata, sehingga etos kerja dapat diartikan sebagai pancaran dari sikap hidup manusia yang mendasar pada kerja. Akan tetapi jika etos kerja karyawan mengalami penurunan, maka kinerja yang menjadii tanggung-jawabnya pun tidak akan maksimal dan penurunan laju pertumbuhan yang akan didapatkannya.
Muhammad Fauzan Baihaqi mengungkapkan, untuk memperoleh kinerja yang maksimal dibutuhkan sikap mental yang memiliki pandanagn jauh ke depan. Seseorang harus mempunyai sikap optimis, bahwa kualitas hidup dan kehidupan hari esok lebih baik dari hari ini. Penilaian kinerja tersebut dapat dilakukan dengan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerja karyawan.
Filosofi etos kerja
Dalam Islam, manusia diciptakan dibumi ini memiliki kedudukan sebagai wakil Tuhan. Konsep ini terdapat dalam surah al-Baqarah : 30-33 yaitu bagaimana Allah telah enciptkan manusia sebagai khalifah dimuka bumi, dan diberi pengetahuan atas nama-nama benda sehingga mengungguli kemampuan Malaikat dan Iblis.
Dari keterangan tersebut dapat kita maknai bahwa diangkatnya manusia sebagai khalifah karena manusia memiliki kelebihan daripada Malaikan dan Iblis. Bukankan kemampuan manusia dalam menghapal dan memahami nama-nama adalah kemampuan dasar yang dimiliki manusia sebagai bekal untuk memakmurkan kehidupan di dunia ini.
Dunia modern saat ini, bangsa yang unggul memiliki warga negara yang berkualitas.  Sebagaimana saat ini, negara yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi akan menjadi negara yang kaya dan unggul. Berkat keuletan itulah, penciptaan Iptek menjadi keharusan untuk mengeksistensikan manusia dalam memakmurkan bumi Tuhan. Melalui pengembangan iptek itulah saat ini manusia dipermudah melakukan aktivitasnya.
Dengan demikian konspek kholifah saat ini harus dimaknai secara luas tidak sekedar dalam prespektif politik dan sistem pemerintahan, dimana khalifa dipahami sebagai pemegang otoritas untuk menjalankan amanah mengatur negara. Namun lebih jauh lagi pemahaman khalifah seharusnya mengacu pada realisasi eksistensi diri setiap manusia dalam berbagai bidang kehidupan.
Islam mengenal konsep 'abdun, khalifah dalam hal ini diri manusia harus memiliki sifat 'abdun yaitu landasan normative yang harus menundukan diri kepada Allah SWT. Karena seorang khalifah adalah eksistensi kreatif manusia, dengan demikian manusia harus selalu menjadi hamba yang kreatif agar misi memakmurkan dunia berjalan dengan baik berdasarkan tuntunan wahyu.
Namun demikian perlu dicatat, ketaatan tidak dimaknai secara literlek yang menyebabkan seseorang menjadi fatalis, tidak kreatif dan bermental budak. Namun, pemaknaannya sebagai wakil Tuhan, setidaknya harus memiliki semangat nama-nama sifat Tuhan dengan demikian setiap manusia dapat mengoptimalkan diri menjadi pribadi yang unggul, kreatif, berfikir maju, bermental pemberani untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik.
Dengan demikian umat manusia yang mengaku ber-Tuhan, maka ia harus mengoptimalkan diri menjadi manusia yang unggul, mandiri, sehat lahir dan batin guna mengeksistensikan diri di muka bumi untuk dunia yang lebih baik. sebagaimana landasan normative dalam al-Qur;an bahwa Tuhan mengehendaki baldatun tayyibatun warabbun ghafur, suatu negeri yang baik, aman dan diridoi oleh Allah SWT.
Tiga Dimensi Etos Berkemajuan
Bagi seorang muslim, memahami fenomena alam menjadi keharusan, namun mengelola alam untuk menjadi baik harus diyakini sebagai amanah dari Allah. Jangan berfikir fatalis saja, yaitu berfikir bahwa semua sudah ditakdirkan, padahal manusia belum berusaha. Fikiran fatalis itu harus dimusnahkan, sebab akan menghalangi subuah ikhtiar manusia. Seharusnya berusaha semaksimal mungkin dan berdo'a kemudian hasil diserahkan kepada Allah. Inilah sifat agar kita berfikir maju.
Menurut Toto Tasmara, agar manusia itu aktif dan kreatif maka harus memiliki tiga dimensi kesadaran yaitu pertama, aku tahu (makrifat), aku berharap (hakikat) dan ketiga aku berbuat (syariat). Dimensi makrifat yaitu didasarkan kepada kemampuan manusia untuk memahami tanda-tanda yang ditebarkan Allah SWT dalam alam semesta ini. Karena sebagaimana tadi negara yang unggu memiliki kualitas manusia yang unggul. Manusia yang unggul akan mempu menerjemahkan tanda-tanda alam akan mampu menjadi innovator, melalui berbagai hipotesis keilmuannya sesuai dengan bidangnya. Inilah pemahaman yang tertinggi yang harus dimiliki oleh setiap manusia.
Hakikat adalah dimensi dimana kemampuan manusia dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan ilmu agama. Dengan ilmu itulah kemudia peran khalifah dimuka bumi akan menjadi sempurna dan berkemajuan. Sedangkan syariat adalah suatu praktik nyata atas ilmu pengetahuan yang kita peroleh. Dengan demikian tiga dimensi kesadaran akan terpadu dan kokoh membentuk 'amaliyah yang kemudian membawa kemajuan suatu bangsa dan menciptakan suatu peradaban utama.
Ajaran Rasulullah bahwa " tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah" sesungguhnya memiliki makna, bahwa seharusnya kita memiliki keunggulan dalam keilmuan, manusia harus tampil menjadi subjek yang aktif, kreatif, inovatif, untuk keberlangsungan kehidupan yang lebih baik. Dengan demikian prilaku subjek yang malas, lemah, fatalis, murung, tidak semangat serta bentuk negative lainnya harus ditinggalkan dan dihilangkan. Dengan demikia segala bentuk produktivitas, kreatifitas, inovatifitas manusia merupakan bentuk etos kerja atau ulet dalam menuntut ilmu dan beraktifitas untuk dunia yang lebih baik.

Sumber : https://www.kompasiana.com/saiffudinachmad/59a64b0a59b1301e5a7cd1b2/etos-kerja-dalam-islam?page=all


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meraih Kasih Allah Swt dengan Ihsan

BERSATU DALAM KEBERAGAMAN DAN DEMOKRATIS

Mengaku Muslim? Terapkanlah "Akhlak Terpuji"