MENGENAL POTENSI DIRI DAN PRESTASI


عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ ».
Artinya:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada seorang mukmin yang lemah. Namun, keduanya memiliki keistimewaan masing-masing.

Berusahalah semaksimal mungkin untuk menggapai hal-hal yang bermanfaat untukmu! Mintalah pertolongan kepada Allah dan janganlah menjadi orang yang lemah!

Jika ada suatu musibah yang menimpamu, janganlah engkau katakan: “seandainya aku lakukan hal lain (selain yang aku lakukan tadi), maka aku akan begini dan begitu”! Namun katakanlah: “hal tersebut merupakan bagian dari takdir yang Allah telah tentukan dan Allah telah melakukan apa yang Ia kehendaki”. Ketahuilah bahwa berandai-andai itu memberi peluang kepada syetan untuk memainkan perannya.”


(HR. Muslim no. 6945, Imam Ahmad no. 8777 dan 8815, Ibnu Majah no. 79 dan 4168, Nasai no. 10457, Ibnu Hibban, Baihaqi, dan lainnya)

Siapapun diri kita pasti masing-masing mempunyai potensi. Entah itu dari golongan ningrat atau melarat. Cacat atau sempurna. Kulit putih maupun hitam. Perbedaan terjadi bukan sebatas dari jenis potensi yang dimiliki, namun juga terletak pada bagaimana seseorang meningkatkan potensinya. Semakin tinggi tingkat perkembangan potensi, semakin tinggi pula kualitas yang ia miliki.
Hadis di atas menuntun kita untuk bekerja keras meningkatkan potensi. Diawali dengan pujian terhadap orang mukmin yang memiliki kekuatan, kemudian anjuran untuk berusaha semaksimal mungkin mendapatkan segala sesuatu yang bermanfaat untuk kita. Ya, kekuatan dan usaha maksimal adalah dua hal yang tidak bisa dilepaskan untuk meningkatkan potensi. Bagaimana seseorang akan meninggkatkan potensi jika ia tidak mempunyai kekuatan sebelumnya? Bagaimana ia akan meningkatkan potensi jika ia tidak mau berusaha?


Menurut Imam Nawawi dalam “al-Minhaj”, kekuatan yang dimaksud ialah tekad yang bulat dalam urusan-urusan akhirat atau ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lebih rinci lagi, Qadhi ‘Iyadh dalam “Ikmalul Mu’allim” menyebutkan kekuatan ini termasuk sehatnya badan sehingga bisa lebih produktif untuk bekerja, lebih banyak melaksanakan sholat malam, puasa, dan berjuang di jalan Allah.
Sedangkan usaha keras dalam hadis di atas dimaknai oleh Syekh Abdul Muhsin al-Abbad –hafidhahullah-sebagai usaha mewujudkan sesuatu dengan melakukan sebab-sebab yang dibolehkan oleh syariat. Usaha tersebut tidak boleh menghilangkan tawakal kepada Allah, apalagi melalaikanNya. Namun, kita malah disuruh oleh meminta pertolongan kepada Allah seperti dalam lanjutan bunyi hadis ini.
Mengapa? Karena segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini terjadi atas izin dan kehendakNya. Sebesar apapun usaha seseorang untuk mewujudkan keinginannya, namun jika tidak diizinkan oleh Allah maka keinginannya tersebut tidak akan pernah terwujud. Allah telah berfirman:


وَلا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا (23) إِلاَّ أَن يَشَاء اللَّهُ

Janganlah sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan hal itu besok pagi" kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah" (jika Allah menghendaki). [QS. Al-Kahfi {18}: 23-24]
Di dalam Al-Quran kita juga sering menemukan lafadh “wallahu ‘ala kulli syai-in qadir”, yang artinya: “dan Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu”. Tentunya kekuasaan Allah bukan hanya dalam mewujudkan sesuatu saja, tapi juga meniadakan sesuatu. Tak pantaslah kiranya manusia sebagai makhluk ciptaan yang lemah tidak meminta tolong kepada Sang Maha Kuasa.
Seruan untuk berkerja keras dalam hadis ini dikuatkan lagi dengan larangan untuk menjadi lemah melalui kalimat: “wa la ta’jiz”. Kata “ajuza” sebagai induk kalimat ini bukan saja berarti lemah, namun juga berarti tidak mampu melakukan sesuatu. Secara tidak langsung kita diperintahkan untuk mempunyai kemampuan dan keahlian. Bukan malah berdiam diri tidak mau berusaha meningkatkan diri dengan kemampuan dan keahlian yang baru.
Jika kita sudah berusaha semaksimal mungkin tapi tidak juga berhasil mencapai sesuatu, jangan pernah untuk menyesali usaha yang kita lakukan. Misalnya dengan mengatakan, “kalau seandainya aku melakukan dengan cara yang lain, pasti aku berhasil.” Kita kembalikan semuanya kepada Allah, karena Allah-lah yang menentukan hasilnya. Bisa jadi ada keberhasilan lain yang lebih baik sedang menunggu kita.

Allah berfirman: Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia sangat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. [QS. Al-Baqarah {2}: 216]
Wajib hukumnya bagi kita untuk menerima segala ketentuan yang Allah berikan. Ketentuan tersebut sangatlah bijak karena Allah Maha Bijaksana. Menyalahkan takdir atau ketentuan Allah hanya akan membuka peluang syetan untuk mengganggu kita. Inilah yang diutarakan Qadhi ‘Iyadh dalam memaknai ujung hadis ini.
Jadi, tunggu apa lagi? Lekas persiapkan diri kita dengan segala kekuatan yang kita miliki untuk meningkatkan diri. Susun rencana dan target harian, mingguan, atau bulanan. Jangan lupa untuk selalu bekerja keras tanpa lelah dengan mengisi waktu dengan hal-hal yang bermanfaat. Jangan biarkan satu detikpun terbuang percuma untuk hal yang sia-sia.
Mintalah pertolongan kepada Allah melalui doa-doa yang kita panjatkan. Tentu, doa kita akan terkabul jika kita mampu menjadi hambaNya yang baik. Maksudnya, dengan banyak beribadah kepadaNya dan meninggalkan maksiat atau larangNya. Mana mungkin ada seorang majikan memberi upah atau hadiah kepada anak buahnya yang nakal dan selalu menentangnya?
InsyaAllah dengan resep dari hadis ini, kita akan gampang meraih prestasi. Perlu diingat, peningkatan potensi berbanding lurus dengan pencapaian prestasi. Semakin banyak kita meningkatkan potensi, semakin banyak pula prestasi yang kita raih. Semakin banyak kita meraih prestasi, berarti semakin meningkat pula potensi yang kita miliki. Selamat berprestasi!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meraih Kasih Allah Swt dengan Ihsan

BERSATU DALAM KEBERAGAMAN DAN DEMOKRATIS

Mengaku Muslim? Terapkanlah "Akhlak Terpuji"