Toleransi Bukanlah Mencampurkan Aqidah
Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Hallo, Sahabat Masna. Toleransiu itu memang sangat baik untuk dilakukan. Tapi ada beberapa hal yang dilarang dalam bertoleransi.
Kedua, persaudaraan yang disebutkan antara para nabi dengan kaumnya dan yang disebutkan tentang mereka dalam beberapa ayat adalah sebagai ungkapan, hikayat, dan pemberitahuan bahwa para nabi yang Allah utus dari kalangan kaumnya dan satu nasab dengan mereka. Dan Al Qur'an tidak pernah menyebutkan bahwa para Nabi berkata kepada kaumnya bahwa mereka adalah saudara kita. Bahkan, sikap para nabi terhadap kaumnya malah sebaliknya. Lihatlah sikap Nabi Ibrahim 'alaihis salam ketika berbicara kepada kaumnya:
Hallo, Sahabat Masna. Toleransiu itu memang sangat baik untuk dilakukan. Tapi ada beberapa hal yang dilarang dalam bertoleransi.
Sebagian
orang berkata, "bentuk akhlak mulia dan toleransi dalam Islam adalah
memberi ucapan selamat kepada orang Yahudi dan Nashrani atas hari raya
mereka." Alasannya, mereka memberikan ucapan selamat kepada kaum
muslimin. Maka wajib juga atas kaum muslimin membalas ucapan selamat
mereka atas hari raya mereka.
Jawaban pertama,
bahwa toleransi dan akhlak mulia maknanya bukan ikut-ikutan dengan
pemeluk agama lain dalam kebatilan mereka, bekerjasama dan berserikat
dalam kebatilan tersebut. Khususnya jika kebatilan tersebut adalah
menyekutukan Allah. Dalam masalah ini, wajib berbara' darinya dan tidak
memberi wala' (loyalitas) kepada pelakunya. Hal itu termasuk perintah
Allah dan sunnah para nabi-Nya.
Kedua,
hari raya-hari raya ini berkaitan dengan masalah aqidah. Mengucapkan
selamat berhari raya kepada mereka dan ikut serta merayakannya
menunjukkan kecocokan dan keridlaan terhadap perayaan itu dan pengakuan
akan kebenaran keyakinan mereka. Walaupun orang yang ikut-ikutan
merayakan hari raya tersebut meyakini berbeda aqidah dengan mereka, tapi
ia berada di atas bahaya besar akibat kejahilannya dalam sikapnya
tersebut.
Berikut
ini beberapa hari raya kaum Nashrani yang masyhur supaya orang Islam
mengenalnya dengan benar-benar kemudian tidak latah ikut-ikutan
merayakannya:
-
Hari kebangkitan Isa al Masih. Hari ini dirayakan kaum Nashrani
sebagai kebangkitan Tuhan mereka (al Masih) setelah disalib dan mati
selama tiga hari.
- Hari Natal (crismash), mereka merayakan kelahiran al Masih atau Jesus (diyakini sebagai tuhan atau anak Tuhan).
-
Perayaan Tahun baru. Ini termasuk perayaan bid'ah kaum Nsharani karena
mereka meyakini adanya beberapa mitos di dalamnya, meminum khamar, dan
lainnya. lalu kaum muslimin ikut-ikutan dalam perayaan itu tanpa
memahami hakikatnya.
Mengucapkan selamat berhari raya kepada mereka dan ikut serta merayakannya menunjukkan kecocokan dan keridlaan terhadap perayaan itu dan pengakuan akan kebenaran keyakinan mereka.
Sesungguhnya
ikut serta merayakan perayaan-perayaan tadi termasuk bentuk loyalitas
yang diharamkan berdasarkan firman Allah Ta'ala:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى
أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ
فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi
dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah
pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu
mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk
golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang dzalim." (QS. Al Maidah: 51)
Ibnu Abi
Hatim telah meriwayatkan dari Muhammad bin Sirin, dia berkata: Abdullah
bin 'Utbah berkata, "hendaknya salah seorang mereka berhati-hati agar
tidak menjadi Yahudi dan Nashrani tanpa disadarinya, berdasarkan ayat
ini."
Mendengarkan dan mengikuti pesta-pesta perayaan keyakinan batil dan rusak semacam ini adalah tanda kenifakan. Allah berfirman:
بَشِّرِ
الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ
الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ
عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَقَدْ نَزَّلَ
عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آَيَاتِ اللَّهِ
يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى
يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ إِنَّ اللَّهَ
جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا
"Kabarkanlah
kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang
pedih. (Yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi
teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah
mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua
kekuatan kepunyaan Allah. Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada
kamu di dalam Al Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah
diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah
kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang
lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu
serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua
orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahanam." (QS. Al Nisa': 138-140)
Dalam tiga ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta'ala
melarang duduk-duduk di majelis yang di dalamnya terdapat penghinaan
dan pengingkaran terhadap ayat-ayat Allah. Dan di antara bentuk
kekufuran yang paling besar adalah ucapan orang Nashrani bahwa Allah
punya anak, dia mati, Dia satu dari tiga (trinitas), Maha suci dan
Mahatinggi Allah dari apa yang mereka tuduhkan kepada-Nya.
Kemudian
Allah mengabarkan bahwa orang yang mendengarkan celotehan dari
keyakinan-keyakinan batil ini, dia seperti mereka dan dihukumi sebagai
munafik dan kelak akan dihimpun pada hari kiamat bersama mereka, kita
berlindung kepada Allah dari kehinaan ini.
Sesungguhnya
Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang yang menolong pelaku
kebatilan dalam melakukan aksinya. Dan kebatilan terbesar adalah kufur
kepada Allah dan menuduh Allah punya anak, Dia mati lalu hidup kembali.
Keyakinan-keyakinan ini adalah perkara yang sangat buruk dan jahat yang
membuat kulit dan bulu setiap mukmin bergidik, bahkan benda-benda
matipun tak terima dengan tuduhan tersebut.
"Dan
mereka berkata: 'Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak'.
Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat
mungkar. Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah,
dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah
mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil
(mempunyai) anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali
akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba." (QS. Maryam: 88-93)
Langit
dan bumi kaget dengan ucapan tersebut, bagaimana mungkin seorang muslim
yang mentauhidkan Allah bisa ikut serta, mendukung, dan bergembira
dengan perayaan-perayaan hari raya tersebut yang jelas-jelas menghina
Allah dengan terang-terangan. Keyakinan ini membatalkan peribadatan
kepada Allah, karena inilah Allah Ta'ala menyifati Ibadurrahman bersih
dari semua itu:
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ
"Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu. . ." (QS. Al Furqaan: 72)
Makna al Zuur,
adalah hari raya dan hari besar kaum musyrikin sebagaimana yang
dikatakan Ibnu Abbas, Abul 'Aliyah, Ibnu sirin, dan ulama lainnya dari
kalangan sahabat dan tabi'in.
Sedangkan
kaum Yahudi dan Nashrani yang memberi ucapan selamat kepada kaum
muslimin pada hari raya mereka, bukan berarti seorang muslim harus ikut
memberi ucapan selamat hari raya kepada mereka sebagai bentuk balas
budi. Sesungguhnya seorang muslim berada di atas kebenaran, yang lebih
pas ia menyeru mereka kepada kebenaran yang diyakininya. Jika tidak
mampu berdakwah maka janganlah ikut serta dalam kebatilan mereka, dan
itu selemah-lemahnya iman.
Sikap
mereka mengucapakan selamat kepada kaum muslimin pada hari raya Islam
adalah bentuk mudahanah (sikap lunak) sebagaimana yang Allah Ta'ala
firmankan:
وَدُّوا لَوْ تُدْهِنُ فَيُدْهِنُونَ
"Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu)." (QS. Al-Qalam: 9)
Allah melarang menampakkan kebahagiaan pada saat hari besar orang kafir, walau tidak ikut serta mereka dalam merayakannya.
Mudahanah
adalah sesuai dalam dzahir tanpa adanya keridlaan batin, dan mudahanah
dilarang oleh Allah Ta'ala. Bahkan Allah melarang menampakkan
kebahagiaan pada saat hari besar orang kafir, walau tidak ikut serta
mereka dalam merayakannya. Dasarnya adalah hadits Anas radliyallah 'anhu, berkata: "Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
tiba di Madinah, mereka memiliki dua hari hari untuk bermain-main
(bersenang-senang) pada masa jahiliyah. Lalu beliau bersabda:
"Sesungguhnya Allah telah memberikan ganti untuk kalian yang lebih baik
dari keduanya, yaitu hari raya Idul Fitri dan hari raya korban."
(Dishahihkan oleh al Albani dalam Shahih al Jaami', no. 4460)
Dalam hadits 'Uqbah bin 'Aamir radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Hari 'Arafah dan hari-hari Tasyriq adalah hari raya kita umat Islam,
hari-hari itu adalah hari untuk makan dan minum (bersenang-senang),"
(dishaihkan oleh Al Albani).
Umat
Islam memiliki hari raya yang tersendiri. Bagi seorang muslim, haram
merayakan selain hari raya mereka, karena perayaan hari raya termasuk
Syi'ar dzahir setiap ajaran/ agama suatu kaum.
Bagi seorang muslim, haram merayakan selain hari raya mereka, karena perayaan hari raya termasuk Syi'ar dzahir setiap ajaran/ agama suatu kaum.
Melarang
ikut serta merayakan hari raya dan hari besar orang kafir sangat berat.
Pada zaman kita, seorang muslim dipaksa melaksanakan banyak keharaman
yang menyelisihi aqidah Islam. Misalnya, penghormatan kepada tokoh kafir
atau orang munafik. Hal ini sangat dimurkai Allah 'Azza wa Jalla. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لِلْمُنَافِقِ يَا سَيِّدٌ فَقَدْ أَغْضَبَ رَبَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
"Jika
seorang laki-laki (muslim) berkata seorang munafik, 'wahai Tuan",
sungguh dia telah membuat marah Tuhan-nya Tabaraka wa Ta'ala." (HR.
al Hakim, Abu Nu'aim dalam Akhbaar Ashbahaan dari 'Uqbah bin Abdillah
al Asham dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya. Dishahihkan oleh Al
Albani dalam al Silsilah al Shahihah, no. 371)
Dalam hadits marfu' dari Buraidah,
لاَ تَقُولُوا لِلْمُنَافِقِ سَيِّدَنَا فَإِنَّهُ إِنْ يَكُ سَيِّدَكُمْ فَقَدْ أَسْخَطْتُمْ رَبَّكُمْ عَزَّ وَجَلَّ
"Jangan
katakan kepada orang munafik, "tuan kami" sunguh jika dia menjadi
pemimpin kalian, kalian benar-benar telah membuat murka Rabb kalian
'Azza wa Jalla." (Dishahihkan oleh Al Albani dalam al Silsilah al
Shahihah). Kesimpulannya, bahwa menghormati orang-orang munafikin dan
kafirin terdapat kemurkaan Allah 'Azza wa Jalla.
Jawaban ketiga,
dalam iklan perayaan hari-hari besar mereka, baik melalui media audio
atau visual, sering didapatkan seruan persaudaraan (ukhuwah) antara umat
Islam dan umat Nashrani. Padahal Allah Ta'ala telah berfirman:
أَلَمْ
تَرَ إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ لِإِخْوَانِهِمُ الَّذِينَ
كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ
مَعَكُمْ وَلَا نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ
لَنَنْصُرَنَّكُمْ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
"Apakah
kamu tiada memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada
saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli Kitab: "Sesungguhnya
jika kamu diusir niscaya kami pun akan keluar bersama kamu; dan kami
selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapa pun untuk (menyusahkan)
kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu". Dan Allah
menyaksikan, bahwa sesungguhnya mereka benar-benar pendusta." (QS. Al Hasyar: 11)
Dan di
antara tanda kemunafikan adalah iklan persaudaraan dengan orang kafir
sebagaimana yang telah Allah jelaskan, karena Ukhuwwah khusus bagi kaum
mukminin. Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara." (QS. Al Hujuraat: 10)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "orang muslim itu adalah saudara orang muslim." (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah
dan Rasul-Nya telah mengistimewakan ukhuwwah hanya bagi kaum mukminin
saja. Setiap orang yang mentauhidkan Allah maka dia memiliki ikatan
ukhuwah (persaudaraan) walau dia berada jauh di negeri yang lain.
Sedangkan
merubahnya dengan menjadikan ikatan ukhuwah (persaudaraan ) karena
ikatan negara, suku, kasta, dan keturunan merupakan praktek-praktek
jahiliyah dan fanatisme yang dihancurkan Islam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: "Ingatlah, segala perkara jahiliyah tempatnya di bawah telapak kakiku." (HR. Muslim dalam Shahihnya, no. 1218)
Dari Ibnu Umar rahimahullah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkhutbah pada saat Fathu Makkah,
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَذْهَبَ عَنْكُمْ عُبِّيَّةَ
الْجَاهِلِيَّةِ وَتَعَاظُمَهَا بِآبَائِهَا فَالنَّاسُ رَجُلَانِ بَرٌّ
تَقِيٌّ كَرِيمٌ عَلَى اللَّهِ وَفَاجِرٌ شَقِيٌّ هَيِّنٌ عَلَى اللَّهِ
وَالنَّاسُ بَنُو آدَمَ وَخَلَقَ اللَّهُ آدَمَ مِنْ تُرَابٍ
"Wahai
sekalian manusia! Sesungguhnya Allah telah menghilangkan kebanggaan
jahiliyyah dan membanggakan nenek moyangnya. Maka manusia hanya dua;
(pertama), orang baik, bertaqwa dan mulia di sisi Allah. (kedua), orang
pendosa dan hina di sisi Allah. Manusia adalah anak keturunan Adam, dan
Allah menciptakan Adam berasal dari tanah." (HR. Tirmidzi dan Baihaqi, dihasankan oleh Syaikh al Albani rahimahullah)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Empat
perkara jahiliyah yang masih ada pada umatku. Mereka tidak akan
meninggalkannya, yaitu membanggakan kehormatan leluhur, mencela
keturuan, menisbbatkan turunnya hujan kepada bintang-bintang, dan
niyahah (meratap mayit)." (HR. Ahmad: 5/342-343 dan Muslim no. 943; dari Abu Musa al Asy'ari radliyallah 'anhu)
Kebanggaan
terhadap suku (fanatisme kesukuan) dan nasionalisme adalah perkara yang
hina dalam Islam, tidak boleh dihidupkan lagi untuk kedua kalinya.
Seperti membuat organisasi yang mengikat kaum muslimin berdasarkan
ikatan jahiliyah dan fanatisme terhadap tanah kelahiran dan negara.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak
termasuk golongan kami orang yang memukul-mukul pipi, merobek-robek
pakaian, dan menyeru dengan seruan ala jahiliyah." (HR. Al Bukhari)
Kebanggaan terhadap suku (fanatisme kesukuan) dan nasionalisme adalah perkara yang hina dalam Islam, tidak boleh dihidupkan lagi untuk kedua kalinya.
Orang
yang berusaha menghidupkan tradisi jahiliyah adalah orang yang paling
dimurkai oleh Allah berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
"orang yang paling Allah murkai ada tiga; pelaku dosa di tanah
haram, orang yang menginginkan tradisi jahiliyah di dalam Islam, dan
orang yang menuntut darah seseorang tanpa hak untuk dialirkan." (HR. Bukhari no. 7882)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
pernah berlepas diri dari kaumnya karena kekufuran mereka. Ali bin Abi
Thalib pernah mencela ayahnya ketika meninggal di atas kekafiran, lalu
dia berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "telah meninggal pamanmu, orang tua yang sesat." Saat itu Salman al Farisi berada di sisi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau memuji dan membanggakan Salman, padahal dia bukan dari kaumnya dan bukan orang Arab. Lalu beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "seandainya iman berada di (bintang) Tsurayya, pasti laki-laki dari mereka (beberapa orang dari Persia) mendapatkannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Orang yang berusaha menghidupkan tradisi jahiliyah adalah orang yang paling dimurkai oleh Allah
Sebut orang kafir sebagai saudara?
Sedangkan orang yang berdalil bahwa Allah telah menetapkan ukhuwah (persaudaraan) antara orang yang beda aqidah, yaitu ukhuwah sesuku, senegara, dan satu kepentingan. Yaitu dengan firman Allah Ta'ala:
وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا
"Dan kepada kaum Ad (Kami utus) saudara mereka, Hud." (QS. Huud: 50); "Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka, shaleh." (QS. Huud: 61); "Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara mereka, Syu'aib." (QS. Huud: 84); "Ketika saudara mereka (Nuh) berkata kepada mereka: "Mengapa kamu tidak bertakwa?" (QS. Al Syu'araa: 106); "Ketika saudara mereka, Lut, berkata kepada mereka: "Mengapa kamu tidak bertakwa?"
(QS. Al Syu'araa: 161). Kemudian mereka, orang yang pemahamannya
terbalik, menyimpulkan dari ayat-ayat tersebut bahwa kita boleh menyebut
orang Yahudi dan nashrani sebagai saudara kita, karena mereka satu
negara dengan kita. Kita berlindung kepada Allah dari kesesatan ini.
Maknanya yang benar
Pertama,
sesungguhnya di antara pokok iman bahwa ukhuwah (persaudaraan) tidak
terjalin kecuali bagi kaum muslimin, berdasarkan firman Allah Ta'ala: "Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara." (QS. Al Hujuraat: 10)
Imam al
Qurthubi dalam tafsrnya berkata, "sesungguhnya kaum mukminin bersaudara
dalam agama dan kehormatan, bukan karena nasab. Karenanya dikatakan,
"ukhuwah karena dien lebih kuat daripada ukhuwah karena nasab. Karena
ukhuwah berdasar nasab terputus karena beda agama. Sedangkan ukhuwah
karena dien tidak akan terputus karena beda nasab"."
Kedua, persaudaraan yang disebutkan antara para nabi dengan kaumnya dan yang disebutkan tentang mereka dalam beberapa ayat adalah sebagai ungkapan, hikayat, dan pemberitahuan bahwa para nabi yang Allah utus dari kalangan kaumnya dan satu nasab dengan mereka. Dan Al Qur'an tidak pernah menyebutkan bahwa para Nabi berkata kepada kaumnya bahwa mereka adalah saudara kita. Bahkan, sikap para nabi terhadap kaumnya malah sebaliknya. Lihatlah sikap Nabi Ibrahim 'alaihis salam ketika berbicara kepada kaumnya:
إِنَّا بُرَآَءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ
"Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, . . ." (QS. Al Mumtahanah: 4) mana persaudaraan dan kepentingan bersama dalam pernyataan Nabi Ibrahim?
Lihatlah perkataan Nabi Nuh 'alaihis salam kepada kaumnya: "Nuh berkata: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi." (QS. Nuh: 26) Mana ukhuwah dan kepentingan bersama?
Lihatlah
sikap penentang para nabi dan rasul. Kaum Nabi Luth berkata, "Usirlah
Luth beserta keluarganya dari negerimu; karena sesungguhnya mereka itu
orang-orang yang (mendakwakan dirinya) bersih." (QS. Al Naml: 56)
Lihatlah sikap kaum Nabi Syu'aib 'alaihis salam, "Pemuka-pemuka dari kaum Syu'aib yang menyombongkan diri berkata: "Sesungguhnya
kami akan mengusir kamu hai Syu'aib dan orang-orang yang beriman
bersamamu dari kota kami, kecuali kamu kembali kepada agama kami." (QS. Al A'raaf: 88)
Lihatlah perilaku Quraisy kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam firman Allah Ta'ala, "Dan
(ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya
terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau
mengusirmu." (QS. Al Anfaal: 30) di mana kepentingan bersama dan ukhuwah antara para rasul dan kaumnya yang mereka klaim?
Sekarang
ini, lihatlah bagaimana penghinaan terhadap Islam dan pemeluknya di
penjuru dunia yang tanpa melihat negara dan kemanusiaan? Sesungguhnya
slogan ini dibuat untuk menipu kaum muslimin dan sebagai cover
kedengkian orang kafir dan munafikin. Tidak diragukan lagi, bahwa
slogan-slogan kesukuan dan nasionalisme adalah buatan musuh-musuh Islam
dari kalangan Yahudi dan Nashrani yang dikampanyekan oleh orang Islam,
baik karena kejahilan mereka, kemunafikan, atau mencari keridlaan
terhadap kafirin. Namun yang jelas bahwa mereka tidak akan pernah ridla.
Allah Ta'ala berfirman:
وَلَنْ
تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ
مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ
أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ
اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
"Orang-orang
Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti
agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk
(yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka
setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi
pelindung dan penolong bagimu." (QS. Al Baqarah: 120) karena mereka
tidak akan ridla kecuali kalau umat Islam mengikuti ajaran mereka
secara global. Dan celaan ada pada mengikuti hawa nafsu mereka, baik
sedikit atau banyak.
Mengikuti
hawa nafsu (kemauan) orang kafir berarti berharap keridlaan mereka
sebagaimana yang dijelaskan oleh ayat di atas, didasarkan pada dua
alasan:
Pertama, murka Allah dan keluar dari kecintaan Allah dan Rasul-Nya serta kaum mukminin dan terjerumus dalam area kaum kafir.
Kedua,
orang-orang kafir tidak akan ridla terhadap kaum muslimin dan akan
tetap menimpakan gangguan, karena keinginan mereka agar kaum muslimin
mengikuti agama mereka. Dan ini merupakan syarat mendapatkan keridlaan
orang-orang kafir. Siapa melakukan itu, sungguh rugi dunia akhirat, dan
itu merupakan kerugian yang sebenarnya.
Komentar
Posting Komentar