Toleransi Bukanlah Mencampurkan Aqidah

Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
              Hallo, Sahabat Masna. Toleransiu itu memang sangat baik untuk dilakukan. Tapi ada beberapa hal yang dilarang dalam bertoleransi.
Sebagian orang berkata, "bentuk akhlak mulia dan toleransi dalam Islam adalah memberi ucapan selamat kepada orang Yahudi dan Nashrani atas hari raya mereka." Alasannya, mereka memberikan ucapan selamat kepada kaum muslimin. Maka wajib juga atas kaum muslimin membalas ucapan selamat mereka atas hari raya mereka.
Jawaban pertama, bahwa toleransi dan akhlak mulia maknanya bukan ikut-ikutan dengan pemeluk agama lain dalam kebatilan mereka, bekerjasama dan berserikat dalam kebatilan tersebut. Khususnya jika kebatilan tersebut adalah menyekutukan Allah. Dalam masalah ini, wajib berbara' darinya dan tidak memberi wala' (loyalitas) kepada pelakunya. Hal itu termasuk perintah Allah dan sunnah para nabi-Nya.
Kedua, hari raya-hari raya ini berkaitan dengan masalah aqidah. Mengucapkan selamat berhari raya kepada mereka dan ikut serta merayakannya menunjukkan kecocokan dan keridlaan terhadap perayaan itu dan pengakuan akan kebenaran keyakinan mereka. Walaupun orang yang ikut-ikutan merayakan hari raya tersebut meyakini berbeda aqidah dengan mereka, tapi ia berada di atas bahaya besar akibat kejahilannya dalam sikapnya tersebut.
Berikut ini beberapa hari raya kaum Nashrani yang masyhur supaya orang Islam mengenalnya dengan benar-benar kemudian tidak latah ikut-ikutan merayakannya:
-    Hari kebangkitan Isa al Masih. Hari ini dirayakan kaum Nashrani sebagai kebangkitan Tuhan mereka (al Masih) setelah disalib dan mati selama tiga hari.
-    Hari Natal (crismash), mereka merayakan kelahiran al Masih atau Jesus (diyakini sebagai tuhan atau anak Tuhan).
-    Perayaan Tahun baru. Ini termasuk perayaan bid'ah kaum Nsharani karena mereka meyakini adanya beberapa mitos di dalamnya, meminum khamar, dan lainnya. lalu kaum muslimin ikut-ikutan dalam perayaan itu tanpa memahami hakikatnya.
Mengucapkan selamat berhari raya kepada mereka dan ikut serta merayakannya menunjukkan kecocokan dan keridlaan terhadap perayaan itu dan pengakuan akan kebenaran keyakinan mereka.
Sesungguhnya ikut serta merayakan perayaan-perayaan tadi termasuk bentuk loyalitas yang diharamkan berdasarkan firman Allah Ta'ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim." (QS. Al Maidah: 51)
Ibnu Abi Hatim telah meriwayatkan dari Muhammad bin Sirin, dia berkata: Abdullah bin 'Utbah berkata, "hendaknya salah seorang mereka berhati-hati agar tidak menjadi Yahudi dan Nashrani tanpa disadarinya, berdasarkan ayat ini."
Mendengarkan dan mengikuti pesta-pesta perayaan keyakinan batil dan rusak semacam ini adalah tanda kenifakan. Allah berfirman:
بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آَيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ إِنَّ اللَّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا
"Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih. (Yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahanam." (QS. Al Nisa': 138-140)
Dalam tiga ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang duduk-duduk di majelis yang di dalamnya terdapat penghinaan dan pengingkaran terhadap ayat-ayat Allah. Dan di antara bentuk kekufuran yang paling besar adalah ucapan orang Nashrani bahwa Allah punya anak, dia mati, Dia satu dari tiga (trinitas), Maha suci dan Mahatinggi Allah dari apa yang mereka tuduhkan kepada-Nya.
Kemudian Allah mengabarkan bahwa orang yang mendengarkan celotehan dari keyakinan-keyakinan batil ini, dia seperti mereka dan dihukumi sebagai munafik dan kelak akan dihimpun pada hari kiamat bersama mereka, kita berlindung kepada Allah dari kehinaan ini.
Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang yang menolong pelaku kebatilan dalam melakukan aksinya. Dan kebatilan terbesar adalah kufur kepada Allah dan menuduh Allah punya anak, Dia mati lalu hidup kembali. Keyakinan-keyakinan ini adalah perkara yang sangat buruk dan jahat yang membuat kulit dan bulu setiap mukmin bergidik, bahkan benda-benda matipun tak terima dengan tuduhan tersebut.
"Dan mereka berkata: 'Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak'. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar. Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba." (QS. Maryam: 88-93)
Langit dan bumi kaget dengan ucapan tersebut, bagaimana mungkin seorang muslim yang mentauhidkan Allah bisa ikut serta, mendukung, dan bergembira dengan perayaan-perayaan hari raya tersebut yang jelas-jelas menghina Allah dengan terang-terangan. Keyakinan ini membatalkan peribadatan kepada Allah, karena inilah Allah Ta'ala menyifati Ibadurrahman bersih dari semua itu:
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ
"Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu. . ." (QS. Al Furqaan: 72)
Makna al Zuur, adalah hari raya dan hari besar kaum musyrikin sebagaimana yang dikatakan Ibnu Abbas, Abul 'Aliyah, Ibnu sirin, dan ulama lainnya dari kalangan sahabat dan tabi'in.
Sedangkan kaum Yahudi dan Nashrani yang memberi ucapan selamat kepada kaum muslimin pada hari raya mereka, bukan berarti seorang muslim harus ikut memberi ucapan selamat hari raya kepada mereka sebagai bentuk balas budi. Sesungguhnya seorang muslim berada di atas kebenaran, yang lebih pas ia menyeru mereka kepada kebenaran yang diyakininya. Jika tidak mampu berdakwah maka janganlah ikut serta dalam kebatilan mereka, dan itu selemah-lemahnya iman.
Sikap mereka mengucapakan selamat kepada kaum muslimin pada hari raya Islam adalah bentuk mudahanah (sikap lunak) sebagaimana yang Allah Ta'ala  firmankan:
وَدُّوا لَوْ تُدْهِنُ فَيُدْهِنُونَ
"Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu)." (QS. Al-Qalam: 9)
Allah melarang menampakkan kebahagiaan pada saat hari besar orang kafir, walau tidak ikut serta mereka dalam merayakannya.

Mudahanah adalah sesuai dalam dzahir tanpa adanya keridlaan batin, dan mudahanah dilarang oleh Allah Ta'ala. Bahkan Allah melarang menampakkan kebahagiaan pada saat hari besar orang kafir, walau tidak ikut serta mereka dalam merayakannya. Dasarnya adalah hadits Anas radliyallah 'anhu, berkata: "Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tiba di Madinah, mereka memiliki dua hari hari untuk bermain-main (bersenang-senang) pada masa jahiliyah. Lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah telah memberikan ganti untuk kalian yang lebih baik dari keduanya, yaitu hari raya Idul Fitri dan hari raya korban." (Dishahihkan oleh al Albani dalam Shahih al Jaami', no. 4460)
Dalam hadits 'Uqbah bin 'Aamir radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hari 'Arafah dan  hari-hari Tasyriq adalah hari raya kita umat Islam, hari-hari itu adalah hari untuk makan dan minum (bersenang-senang)," (dishaihkan oleh Al Albani).

Umat Islam memiliki hari raya yang tersendiri. Bagi seorang muslim, haram merayakan selain hari raya mereka, karena perayaan hari raya termasuk Syi'ar dzahir setiap ajaran/ agama suatu kaum.
Bagi seorang muslim, haram merayakan selain hari raya mereka, karena perayaan hari raya termasuk Syi'ar dzahir setiap ajaran/ agama suatu kaum.
Melarang ikut serta merayakan hari raya dan hari besar orang kafir sangat berat. Pada zaman kita, seorang muslim dipaksa melaksanakan banyak keharaman yang menyelisihi aqidah Islam. Misalnya, penghormatan kepada tokoh kafir atau orang munafik. Hal ini sangat dimurkai Allah 'Azza wa Jalla. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لِلْمُنَافِقِ يَا سَيِّدٌ فَقَدْ أَغْضَبَ رَبَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
"Jika seorang laki-laki (muslim) berkata seorang munafik, 'wahai Tuan", sungguh dia telah membuat marah Tuhan-nya Tabaraka wa Ta'ala." (HR. al Hakim, Abu Nu'aim dalam Akhbaar Ashbahaan dari 'Uqbah bin Abdillah al Asham dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya. Dishahihkan oleh Al Albani dalam al Silsilah al Shahihah, no. 371)
Dalam hadits marfu' dari Buraidah,
لاَ تَقُولُوا لِلْمُنَافِقِ سَيِّدَنَا فَإِنَّهُ إِنْ يَكُ سَيِّدَكُمْ فَقَدْ أَسْخَطْتُمْ رَبَّكُمْ عَزَّ وَجَلَّ
"Jangan katakan kepada orang munafik, "tuan kami" sunguh jika dia menjadi pemimpin kalian, kalian benar-benar telah membuat murka Rabb kalian 'Azza wa Jalla." (Dishahihkan oleh Al Albani dalam al Silsilah al Shahihah). Kesimpulannya, bahwa menghormati orang-orang munafikin dan kafirin terdapat kemurkaan Allah 'Azza wa Jalla.
Jawaban ketiga, dalam iklan perayaan hari-hari besar mereka, baik melalui media audio atau visual, sering didapatkan seruan persaudaraan (ukhuwah) antara umat Islam dan umat Nashrani. Padahal Allah Ta'ala telah berfirman:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ لِإِخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلَا نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
"Apakah kamu tiada memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli Kitab: "Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kami pun akan keluar bersama kamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapa pun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu". Dan Allah menyaksikan, bahwa sesungguhnya mereka benar-benar pendusta." (QS. Al Hasyar: 11)
Dan di antara tanda kemunafikan adalah iklan persaudaraan dengan orang kafir sebagaimana yang telah Allah jelaskan, karena Ukhuwwah khusus bagi kaum mukminin. Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara." (QS. Al Hujuraat: 10)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "orang muslim itu adalah saudara orang muslim." (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah dan Rasul-Nya telah mengistimewakan ukhuwwah hanya bagi kaum mukminin saja. Setiap orang yang mentauhidkan Allah maka dia memiliki ikatan ukhuwah (persaudaraan) walau dia berada jauh di negeri yang lain.
Sedangkan merubahnya dengan menjadikan ikatan ukhuwah (persaudaraan ) karena ikatan negara, suku, kasta, dan keturunan merupakan praktek-praktek jahiliyah dan fanatisme yang dihancurkan Islam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: "Ingatlah, segala perkara jahiliyah tempatnya di bawah telapak kakiku." (HR. Muslim dalam Shahihnya, no. 1218)
Dari Ibnu Umar rahimahullah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkhutbah pada saat Fathu Makkah,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَذْهَبَ عَنْكُمْ عُبِّيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ وَتَعَاظُمَهَا بِآبَائِهَا فَالنَّاسُ رَجُلَانِ بَرٌّ تَقِيٌّ كَرِيمٌ عَلَى اللَّهِ وَفَاجِرٌ شَقِيٌّ هَيِّنٌ عَلَى اللَّهِ وَالنَّاسُ بَنُو آدَمَ وَخَلَقَ اللَّهُ آدَمَ مِنْ تُرَابٍ
"Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya Allah telah menghilangkan kebanggaan jahiliyyah dan membanggakan nenek moyangnya. Maka manusia hanya dua; (pertama), orang baik, bertaqwa dan mulia di sisi Allah. (kedua), orang pendosa dan hina di sisi Allah. Manusia adalah anak keturunan Adam, dan Allah menciptakan Adam berasal dari tanah." (HR. Tirmidzi dan Baihaqi, dihasankan oleh Syaikh al Albani rahimahullah)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Empat perkara jahiliyah yang masih ada pada umatku. Mereka tidak akan meninggalkannya, yaitu membanggakan kehormatan leluhur, mencela keturuan, menisbbatkan turunnya hujan kepada bintang-bintang, dan niyahah (meratap mayit)." (HR. Ahmad: 5/342-343 dan Muslim no. 943; dari Abu Musa al Asy'ari radliyallah 'anhu)
Kebanggaan terhadap suku (fanatisme kesukuan) dan nasionalisme adalah perkara yang hina dalam Islam, tidak boleh dihidupkan lagi untuk kedua kalinya. Seperti membuat organisasi yang mengikat kaum muslimin berdasarkan ikatan jahiliyah dan fanatisme terhadap tanah kelahiran dan negara. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak termasuk golongan kami orang yang memukul-mukul pipi, merobek-robek pakaian, dan menyeru dengan seruan ala jahiliyah." (HR. Al Bukhari)
Kebanggaan terhadap suku (fanatisme kesukuan) dan nasionalisme adalah perkara yang hina dalam Islam, tidak boleh dihidupkan lagi untuk kedua kalinya.
Orang yang berusaha menghidupkan tradisi jahiliyah adalah orang yang paling dimurkai oleh Allah berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "orang yang paling Allah murkai ada tiga; pelaku dosa di tanah haram, orang yang menginginkan tradisi jahiliyah di dalam Islam, dan orang yang menuntut darah seseorang tanpa hak untuk dialirkan." (HR. Bukhari no. 7882)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah berlepas diri dari kaumnya karena kekufuran mereka. Ali bin Abi Thalib pernah mencela ayahnya ketika meninggal di atas kekafiran, lalu dia berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "telah meninggal pamanmu, orang tua yang sesat." Saat itu Salman al Farisi berada di sisi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau memuji dan membanggakan Salman, padahal dia bukan dari kaumnya dan bukan orang Arab. Lalu beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "seandainya iman berada di (bintang) Tsurayya, pasti laki-laki dari mereka (beberapa orang dari Persia) mendapatkannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Orang yang berusaha menghidupkan tradisi jahiliyah adalah orang yang paling dimurkai oleh Allah

Sebut orang kafir sebagai saudara?
Sedangkan orang yang berdalil bahwa Allah telah menetapkan ukhuwah  (persaudaraan) antara orang yang beda aqidah, yaitu ukhuwah sesuku, senegara, dan satu kepentingan. Yaitu dengan firman Allah Ta'ala:
 وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا 
"Dan kepada kaum Ad (Kami utus) saudara mereka, Hud." (QS. Huud: 50); "Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka, shaleh." (QS. Huud: 61); "Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara mereka, Syu'aib." (QS. Huud: 84); "Ketika saudara mereka (Nuh) berkata kepada mereka: "Mengapa kamu tidak bertakwa?" (QS. Al Syu'araa: 106); "Ketika saudara mereka, Lut, berkata kepada mereka: "Mengapa kamu tidak bertakwa?" (QS. Al Syu'araa: 161). Kemudian mereka, orang yang pemahamannya terbalik, menyimpulkan dari ayat-ayat tersebut bahwa kita boleh menyebut orang Yahudi dan nashrani sebagai saudara kita, karena mereka satu negara dengan kita. Kita berlindung kepada Allah dari kesesatan ini.
Maknanya yang benar
Pertama, sesungguhnya di antara pokok iman bahwa ukhuwah (persaudaraan) tidak terjalin kecuali bagi kaum muslimin, berdasarkan firman Allah Ta'ala: "Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara." (QS. Al Hujuraat: 10)
Imam al Qurthubi dalam tafsrnya berkata, "sesungguhnya kaum mukminin bersaudara dalam agama dan kehormatan, bukan karena nasab. Karenanya dikatakan, "ukhuwah karena dien lebih kuat daripada ukhuwah karena nasab. Karena ukhuwah berdasar nasab terputus karena beda agama. Sedangkan ukhuwah karena dien tidak akan terputus karena beda nasab"."

Kedua, persaudaraan yang disebutkan antara para nabi dengan kaumnya dan yang disebutkan tentang mereka dalam beberapa ayat adalah sebagai ungkapan, hikayat, dan pemberitahuan bahwa para nabi yang Allah utus dari kalangan kaumnya dan satu nasab dengan mereka. Dan Al Qur'an tidak pernah menyebutkan bahwa para Nabi berkata kepada kaumnya bahwa mereka adalah saudara kita. Bahkan, sikap para nabi terhadap kaumnya malah sebaliknya. Lihatlah sikap Nabi Ibrahim 'alaihis salam ketika berbicara kepada kaumnya:
إِنَّا بُرَآَءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ
"Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, . . ." (QS. Al Mumtahanah: 4) mana persaudaraan dan kepentingan bersama dalam pernyataan Nabi Ibrahim?
Lihatlah perkataan Nabi Nuh 'alaihis salam kepada kaumnya: "Nuh berkata: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi." (QS. Nuh: 26) Mana ukhuwah dan kepentingan bersama?
Lihatlah sikap penentang para nabi dan rasul. Kaum Nabi Luth berkata, "Usirlah Luth beserta keluarganya dari negerimu; karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang (mendakwakan dirinya) bersih." (QS. Al Naml: 56)
Lihatlah sikap kaum Nabi Syu'aib 'alaihis salam, "Pemuka-pemuka dari kaum Syu'aib yang menyombongkan diri berkata: "Sesungguhnya kami akan mengusir kamu hai Syu'aib dan orang-orang yang beriman bersamamu dari kota kami, kecuali kamu kembali kepada agama kami." (QS. Al A'raaf: 88)
Lihatlah perilaku Quraisy kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam firman Allah Ta'ala, "Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu." (QS. Al Anfaal: 30) di mana kepentingan bersama dan ukhuwah antara para rasul dan kaumnya yang mereka klaim?
Sekarang ini, lihatlah bagaimana penghinaan terhadap Islam dan pemeluknya di penjuru dunia yang tanpa melihat negara dan kemanusiaan? Sesungguhnya slogan ini dibuat untuk menipu kaum muslimin dan sebagai cover kedengkian orang kafir dan munafikin. Tidak diragukan lagi, bahwa slogan-slogan kesukuan dan nasionalisme adalah buatan musuh-musuh Islam dari kalangan Yahudi dan Nashrani yang dikampanyekan oleh orang Islam, baik karena kejahilan mereka, kemunafikan, atau mencari keridlaan terhadap kafirin. Namun yang jelas bahwa mereka tidak akan pernah ridla. Allah Ta'ala berfirman:
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (QS. Al Baqarah: 120) karena mereka tidak akan ridla kecuali kalau umat Islam mengikuti ajaran mereka secara global. Dan celaan ada pada mengikuti hawa nafsu mereka, baik sedikit atau banyak.
Mengikuti hawa nafsu (kemauan) orang kafir berarti berharap keridlaan mereka sebagaimana yang dijelaskan oleh ayat di atas, didasarkan pada dua alasan:
Pertama, murka Allah dan keluar dari kecintaan Allah dan Rasul-Nya serta kaum mukminin dan terjerumus dalam area kaum kafir.
Kedua, orang-orang kafir tidak akan ridla terhadap kaum muslimin dan akan tetap menimpakan gangguan, karena keinginan mereka agar kaum muslimin mengikuti agama mereka. Dan ini merupakan syarat mendapatkan keridlaan orang-orang kafir. Siapa melakukan itu, sungguh rugi dunia akhirat, dan itu merupakan kerugian yang sebenarnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meraih Kasih Allah Swt dengan Ihsan

BERSATU DALAM KEBERAGAMAN DAN DEMOKRATIS

Mengaku Muslim? Terapkanlah "Akhlak Terpuji"